Cerminan Prioritas

Senin, 31 Mei 2010
Ada sebuah jembatan yang sangat besar dan luas. Arsitekturnya megah, dirancang dengan gaya seni yang tinggi, dan kemegahannya semakin memukau karena didukung dengan pemandangan alam disekitarnya yang memesona. Jembatan ini adalah jalan menuju sebuah negeri yang konon keindahannya tak pernah terbetik dalam hati dan belum pernah terdengar oleh telinga siapapun. Dua orang pengembara bersepakat menyeberanginya. Lamanya perjalanan membuat keduanya kelelahan hingga mereka memutuskan untuk beristirahat. Di tengah jeda waktu menghilangkan kepenatan, pengembara pertama tersihir dengan keindahan jembatan tersebut. Ia memutuskan untuk menghentikan perjalanan dan akan membangun rumah di atas jembatan. Ketika menyampaikan niatnya kepada teman perjalanannya, sontak ia dibentak “Apa kau sudah kehilangan akal? Bagaimana mungkin kau akan membangun rumah disini? Jikapun bisa, tentu rumahmu akan segera roboh karena jembatan ini tidak akan kuat menopangnya ! ”

Begitulah sobat, dunia ibarat jembatan akhirat. Ia hanya sebuah jalan yang harus kita seberangi untuk menuju negeri akhirat yang kekal selamanya. Dan dalam proses menyeberang itu, kita dibatasi oleh waktu yang tak jelas lamanya: umur. Maka seorang penyeberang yang cerdas tentu tak akan menghabiskan waktunya dengan berlama-lama menikmati keindahan disitu, apalagi sampai menetap permanen. Karena ia sadar bahwa jembatan bukanlah tujuan akhirnya dan hanya sementara memberikan kenyamanan. Ia hanya sekedar beristrihat melepas lelah. Ia akan antusias terhadap segala hal yang bisa digunakan untuk mendukung perjalanannya agar sampai di tujuan dengan selamat.

Pertanyaannya adalah: apakah kita termasuk salah satu penyeberang yang cerdas itu?

Sobat, secara tidak sadar sebenarnya kita meluangkan waktu paling banyak untuk hal-hal yang menjadi prioritas kita, mengusahakan dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan hal-hal yang menjadi prioritas kita, bergegas-gegas untuk mengambil segala kesempatan yang mendekatkan kita dengan prioritas tersebut. Orang yang akrab dengan sesuatu biasanya akan cinta. Dan cinta menjadikan seseorang sulit dipisahkan dengan yang dicintai. Begitu pula dengan prioritas. Ia adalah sebentuk cinta kita terhadap suatu hal, karena kita akan mengutamakannya dengan mengorbankan hal-hal lain, dan ia muncul tersebab akrabnya kita terhadap hal tersebut.

Maka jawaban dari pertanyaan di atas mudah saja, banyaknya waktu yang kita habiskan, respon antusiasme yang kita ekspresikan, relanya kita mengorbankan banyak hal demi mendapatkan sesuatu adalah cerminan prioritas kita, adalah cerminan terhadap sesuatu yang kita cintai.

Sobat, mari sama-sama me-muhasabahi diri. Apakah kita lebih condong untuk beristirahat secukupnya lalu segera melanjutkan penyeberangan, atau condong untuk berleha-leha menghabiskan waktu dan membangun rumah di atas jembatan. Seorang mukmin yang mengaku cinta akhirat, segala amalnya, meskipun berbau duniawi akan tetap diniatkan untuk akhirat. Ia akan rela mengorbankan banyak hal untuk mencari bekal akhirat.Ia tak akan dengan mudah melanggar aturan Allah, karena ia mengharapkan balasan yang baik di akhirat kelak. Dan tentu saja ia akan antusias dengan hal-hal yang berkaitan dengan akhirat. Antusiasmenya terhadap ajakan shalat tepat waktu, menghadiri kajian, membaca buku islami,mengikuti atau mengurusi kegiatan keislaman, tak akan kalah dengan antusiasmenya ketika diajak jalan-jalan ke mall, nonton film, makan-makan bareng, dll.

Karena cinta tidak sebatas pengakuan. Cinta akan melahirkan sikap natural yang secara jujur menunjukkan kecintaan terhadap hal yang kita cintai

Kos, 29-5-2010 *dikejar deadline! T_T*

0 komentar:

Posting Komentar