Later then Never!

Selasa, 20 Maret 2012
Ini obrolan cukup apik diantara sekian banyak obrolan ga penting oleh para coass jiwa periode Maret 2012 yang -seperti biasa- nganggur tenguk-tenguk nungguin pasien datang di poli jiwa RSDM, hehee : ivanjaya.net

Syetan diturunkan ke muka bumi untuk mengajarkan satu kata pada manusia:
"NANTI!"

(by: mba TWKD, -lupa antara baca di buku atau liat di film-)

Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memegang pundak kedua pundak saya seraya bersabda : Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “, Ibnu Umar berkata : Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu “

(HR. Bukhori)



Gak Siap atau Gak Rela?

“Gak akan ada orang yang benar-benar siap menikah sampai mereka ngerasain, seperti apa menikah itu sendiri. Andai semua alasan menunda menikah adalah karena belum siap, maka gak akan ada orang yang nikah.. karena mereka memang gak akan pernah siap sampai benar-benar tercipta sebuah keadaan yang menuntut mereka untuk menjadi siap.. Masalahnya bukan siap atau ga siap, tapi ikhlas, rela, atau enggak…”

Oke, itu kalimat pembuka sms saya kepada salah seorang sahabat di suatu sore yang berhawa galau. Biasa.. sohib yang satu ini sedang berproses dengan seseorang, dan yaa.. biasa banget lah ya.. bagi mereka yang akan berproses, sedang berproses, atau bahkan telah selesai proses dan akan segera menikah, biasanya ditimpa kegalauan demi kegalauan bertubi-tubi.. hehe.. (kaya’ tau banget, kaya’ udah pernah aja )

Cuma rada geli aja ketika mereka nyurhatin itu ke saya. Hey pliss.. jangankan nikah, pacaran aja gewe kagak ngarti bagaimane rasanye.. tapi ya di saat-saat itulah bakat gambus saya akan muncul dan bekerja agak baik. Sok diplomatis, sok ngebayangin apa yang akan saya lakukan kalo ada di posisi mereka, trus ngasih nasehat macem2 :p. Gelinya lagi, qo mereka percaya aja ya..? hehehe

Ok well, back then, terlepas dari salah-benernya isi sms itu (karena semua orang berhak berpendapat dan berhak meng-kritisi pendapat orang lain)
pendapat di atas muncul ketika saya mikirin tentang kemampuan adaptasi. Ya,manusia kan punya kemampuan adaptasi yang tinggi. Dalam keadaan apapun, mereka akan berusaha menyesuaikan diri untuk bertahan hidup, untuk tetap diterima di lingkungan yang ujung-ujungnya agar supaya eksistensi mereka tetep diakui.

Pas tanggal tua misalnya, waktu tebel dompet semakin menipis, adaptasi kita ya.. ngurangin kualitas dan kuantitas makanan, atau nahan diri buat ga beli barang-barang tersier. Kita yang biasa tidur jam 9, ketika ujian –karena sebagian besar mahasiswa Indonesia menganut sistem SKS hehe- akhirnya adaptasi ngurangin jam tidur demi supaya nilai ujian kita ga jeblok. Kita yang ga pernah jauh dari ortu, dan selalu dilayani oleh asisten rumah tangga, saat kuliah di tempat jauh akhirnya harus nge-kost dan memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, etc..
Kalo boleh saya sebut, ini adalah: keadaan yang memaksa. Maksa kita –mau gak mau- buat berubah, buat adaptasi supaya tetep survive...

Masalahnya bukan pada siap-gak siap.. Saat akad nikah sudah terucap, saat kita sudah menyandang status baru sebagai seorang istri atau suami, mau ga mau kita pun akan menyesuaikan diri untuk berlaku sesuai dengan peran baru itu. Yang tadinya ga bisa bedain jahe dan lengkuas, yang ga ngerti cara nyetrika, nyuci piring, akhirnya harus belajar melakukan pekerjaan rumah tangga, yang belum berpenghasilan tetap lebih giat bekerja untuk menghidupi kelurga, etc.. Pun juga saat kita sudah menyandang gelar baru sebagai ibu, pada akhirnya kita bisa juga membedong bayi, memandikan, mengggendong, de el el.. padahal tadinya ga ngerti sama sekali caranya.. tuntutan peran itu yang mendorong kita untuk terus belajar supaya bisa..

Kita bisa menjadi siapapun jika keadaan memang menuntut kita untuk itu

Masalahnya bukan pada siap –gak siap. Nyatanya, kakek nenek kita dulu nikah seusia SMP, tapi tetap bisa melahirkan dan merawat anak-anaknya hingga menjadi orang tua-orang tua hebat seperti yang kita miliki sekarang...

Masalahnya ada pada ikhlas atau tidak, rela atau tidak, ridho atau tidak kita menikah: saat ini, dan dengan orang tersebut... Inilah yang membuat ’rasa’dari adaptasi tadi menjadi berbeda. Ibarat makan duren, bagi penikmatnya, akan terasa manis dan lezat, tapi bagi pemantangnya, mencium harumnya dari kejauhan saja sudah membuat perut mual

So, kalo udah yakin dengannya dan udah rela melepas masa lajang sekarang, hilangkan semua ragumu atau aku akan mendahuluimu (loh?) LOL :D